Sabtu, 31 Desember 2011

Cerpen


Pelabuhan Terakhir


Semilir  angin menyejukan wajahku, aku masih terjaga dalam lamunanku. Kata-kata itu masih membekas dalam benakku, dimana saat orang tuanya bertemu dengan orang tuaku dan kami sama-sama bertatapan muka. Masih tak dapat ku terima kenyataan ini. Sebentar lagi aku akan menghadapi hari bahagiaku namun aku tak dapat merasakan sedikit dari kebahagian yang akan ku rasakan esok.Angga masih tak dapat ku hubungi. Seribu macam pertanyaan berkerumuh di otakku. Apa dia sedang sibuk hingga tak dapat membaca pesan dariku, atau dia juga merasakan hal yang sama seperti ku namun ku juga tak ingin hal-hal yang tak ku inginkan terjadi padanya teringat akan sikapnya yang sangat temperamental.
Tiba-tiba suara handphoneku berbunyi. Aku berharap agar itu darinya. dan benar dia menelponku. Segera ku angkat panggilan darinya.
“Asalamualaikum,kamu udah baca pesan dariku?” tanyaku cemas.
“walaikum salam, aku udah baca, apa benar itu keinginan kamu? Jawabanya bertanya balik padaku.
“maafin aku, aa….” Tiba-tiba saja lidah ini kaku, tak dapat meneruskan apa yang seharusnya ku katakan.
“terima kasih untuk pengorbanan kamu selama ini, tapi hanya itu yang dapat aku berikan, semoga kamu bahagia dengannya” ucapnya seakan memotong pembicaraanku.
“tapi kamu datang kan?” sebelum aku dapat mendengar jawabannya, diujung telepon sana telah menutup pembicaraan.
Ku mencoba menghubunginya kembali. Namun tak tersambung denganya. Sepertinya ia telah menonaktifkan nomornya agar tak dapat dihubungi. Berulang kali tetap saja tak membuahkan hasil. Aku mulai meyerah. Aku hanya berharap semoga esok dapat berjalan dengan lancar.
@_@
Tinggal satu hari lagi sebelum hari sakral itu berlangsung. Aku masih saja bisa bernafas tenang seakan tak ada apa-apa. Mungkin di rumah sedang didesign semenarik mungkin ruangan yang akan menjadi saksi perjalanan terakhirku dan sudah jelas ibuku yang sangat antusias dalam menetukan semuannya. Mulai dari undangan, pakaian, foto pre weeding hingga design ruangan dan dia pula yang membujukku agar aku cepat-cepat ke jenjang yang lebih serius yang akan ditentukan besok.
Menelusuri taman tempat aku dengannya, aku hanya dapat membayangkan masa-masa dulu waktu aku pertama kali bertemu dengannya. Saat perkenalan sungguh dia adalah pria pertama yang berani mendekatiku. Dulu aku sangat membencinya namun perlahan berjalannya satu tahun perkenalan kami hingga tiga tahun masa pacaran, aku sangat mencintainya. Dia pria yang dapat membuatku menangis saat tak ada kabarnya sama sekali, dan yang membuatku bahagia saat dia datang tepat waktu untuk sekedar membuatku tersenyum. Namun apakah aku layak merasakan itu kembali ketika aku mulai menyampakannya, membuat emosinya naik, hingga berulang kali ia harus di opname di rumah sakit karena darah tingginya yang sudah melebihi batas normal. Aku tak kuasa untuk menyakitinya. Namun aku juga tak kuasa untuk bertahan lebih lama lagi dengannya. Dia seorang yang temperamental, melakukan apapun dengan rasa bukan dengan logika. Berulang kali aku berusaha menjelaskan namun tamparan dipelipis wajahku yang berulang kali membuatku sakit. Cemburu yang membakar hatinya kian menjadi akhir-akhir ini. Hingga aku berdoa pada sang kuasa agar semua itu berakhir dengan indah. Dan saat doaku dijabah oleh sang kuasa mengapa hatiku menjadi bimbang.
Ingin rasanya aku mengakhiri hidupku kali ini agar tak pernah ada hari esok, agar tak kan pernah ada hari-hari menyakitkan itu. Aku sudah mengambil posisi terbaikku. Fikiranku sungguh kosong, aku hanya berdoa agar tuhan mengampuni dosaku atas perlakuanku ini. Tiba-tiba di hadapanku telah meluncur dengan cepat truk tronton dengan kecepatan yang tak dapat ku perkirakan. Kakiku mulai terkunci, mataku mulai kupejamkan agar aku tak dapat melihat kejadian tragis ini.
“Sreettttttt” aku terjatuh. Mungkin aku sudah mati,fikirku.
“Maya bangun, kamu engga apa-apa kan” sebuah suara membangunkanku.
Aku mulai melihat sekelilingku, “ruangan ini seperti aku kenal” batinku dalam hati. Saat ku sadar ternyata ini adalah rumahku sendiri. Ibuku mulai membimbingku seraya memarahiku atas perlakuanku.
“apa yang kamu lakukan tadi may”
“aa…ku engga ngelakuin apa-apa bu” ucapku tertahan.
“bohong, kamu ini kenapa sih, udah tau besok adalah hari bahagia kamu, tapi kenapa kamu ngelakuin hal bodoh itu, apa kamu sudah bosan hidup” emosi ibu sudah mulai menjadi.
“maafin aku bu, sungguh aku belum siap untuk menikah” jawabku yang mulai meneteskan air mata
“karena kamu masih diperbudak sama mantan kamu itu, menurut ibu kamu sudah dibutakan oleh cinta, sehingga kamu tidak dapat lagi membedakan mana yang baik dan mana yang buruk buat diri kamu”
“sudahlah bu” ucap Indra yang menenangkan ibu dari amarahnya.
Indra adalah seseorang yang dipilih Ibu untuk menemani hidupku selamanya, karena aku adalah anak satu-satunya harapan ibu, setelah ayahku meninggal dunia saat aku berumur lima tahun karena serangan stroke, jadi mau tidak mau aku harus menuruti perintahnya. Namun menurutku itu sama saja tidak adil, apakah cinta patut dipaksakan?
“biarkan saja ndra, biar dia tahu. May kamu tahu siapa yang menyelamatkan dan membopong kamu kerumah, Indra bukan Angga, kalaupun Angga memang benar-benar cinta sama kamu, seharusnya dia bahagia atas pernikahan kamu, bukannya menghindar saat dia dimintai untuk menikah denganmu, ibu harap kamu fikir baik-baik kata-kata ibu,dan ibu mau besok kamu sudah siap di pelaminan”  tegasnya kepadaku sebelum ia pergi bersama Indra untuk meninggalkanku di kamarku ini.
Kata-kata yang keluar dari mulut ibu masih terbayang dalam otakku. Memang benar apa yang dikatakan ibu tentang mantan pacarku. Saat ku bertemu dengan Angga dan kupertanyakan hubunganku dengannya. Angga tidak dapat meyakinkanku, alias tak ada jawaban darinya, dia justru mengalihkan dengan kata-kata lain, padahal disaat itu aku sangat butuh jawaban darinya.
Kini pendirianku mulai goyah, sepertinya aku tak dapat mempertahankan lagi apa yang ku pertahankan sebelumnya. Aku sadar sepertinya aku yang salah, dan aku harus siap untuk hari terpenting di dalam hidupku yang akan ditentukan esok.
@_@
Hari yang ditunggu-tunggu pun terjadi. Iring-iringan dari pihak laki-laki mulai terlihat dari luar rumahku, petasanpun mulai dinyalakan, disana tampak calon suamiku, kedua mertuaku yang setia menemani disampingnya dan pihak keluarga serta tetanganya yang mengiringi di belakangnya dengan membawa seserahan.
Jantungku berdetak cepat saat aku duduk disampinya, di depan penghulu yang akan menikahiku dengannya. Aku mulai melihat disekitarku apa seseorang yang ku harap hadir ke pestaku akan hadir. Namun tak terlihat batang hidungnya sama sekali. Dan ibuku mulai mengenakan kain dikepalaku menyatu dengan kepalanya. Acara ini tampak hening. Indra mulai mengulurkan telapak tanganya seraya dengan telapak tangan penghulu itu.
Penghulu itu mengucapkan Ijab disambut Lafaz Qobul oleh  Indra.
”Ananda Indra Bin Muhammad Syahrizal, saya nikahkan engkau dan kawinkan engkau dengan pinanganmu Maya Nuraini Binti Zulfah dengan maskawinnya berupa seperangkat alat sholat dibayar tunai”
“Saya terima nikahnya dan kawinnya Maya Nuraini Binti Zulfah dengan mas kawin seperangkat alat sholat yang tersebut tunai”
Dan lantunan “sah” mengikuti setelahnya. Air mataku mulai mengalir di sela-sela wajahku. Aku tak tahu apa yang ku rasakan saat ini. Sekilas aku melihat wajah Angga berada di sudut ruangan namun tak lama ia berlalu pergi. Dengan kehadirannya,ku harap ku kuat melalui semua ini hingga acara ini pun selesai dengan khitmat.
@_@
Aku lelah akan acara yang berlangsung kemarin hingga malamnya aku dipersilahkan tidur lebih dulu. Dan malam ini aku tak punya alasan  untuk menghindar darinya. mungkin malam ini akan menjadi saksi dimana aku melabuhkan cintaku untuk yang terakhir kalinya. Aku mulai mendengar langkah kakinya dari luar kamarku. Aku berharap agar itu bukan dia. Secepat kilat aku menemukan ide. Langsung ku ambil posisi tidur terbaikku, dengan menutup selimut ke badanku. Tiba-tiba tangan itu menyergap ke pundakku.
“aaaaaaggghhhhh” aku teriak bukan main, takut akan apa yang terjadi pada diriku bagai orang yang disandra fikirku dalam hati.
“sssttttttt,jangan teriak-teriak,engga enak di denger dari luar” ucap seseorang yang setelah ku pandangi ternyata benar itu Indra.
“mau ngapain kamu disini” bulu kudukku mulai merinding,aku sangat takut dengan keadaan ini.
“kamu itu lucu ya, aku kan sudah sah menjadi suami kamu, jadi apa yang kamu takutkan?”tanyanya sambil tersenyum padaku.
“apa yang kamu inginkan dari aku, sampai kamu memutuskan untuk menikahi aku?” tanyaku serius.
“aku sadar cinta itu memang engga bisa dipaksakan, tapi kamu jangan takut,kalaupun kamu engga ingin semua ini terjadi, secepatnya aku akan membuat surat perceraian, dan aku berjanji kamu akan baik-baik saja”
“kamu yakin? kenapa kamu sebaik itu” tanyaku polos.
“dulu ibumu pernah cerita tentang kamu dengan mantan pacarmu. Dan aku hanya ingin melepaskan kamu dari semua masalahmu selama ini, aku tahu kamu sangat mencintainya,namun kamu engga pantas untuk merasakan kekerasan itu. Aku sangat menghormati wanita dan juga kamu. Tadinya aku berharap denganku kamu bisa bahagia, tapi kalau itu membuatmu semakin sakit, lebih baik aku yang pergi, aku juga minta maaf karena terlalu memaksakan hatimu,sekarang kamu tidur, aku tidak akan tidur disini” ucapnya sambil beranjak dari pandanganku.
“tunggu, jangan pergi” sahutku berharap dia akan kembali.
Dia tersenyum sejenak memandangi wajahku yang sudah mulai basah dengan air mata. Mungkin dia tahu apa yang ku rasakan. Aku mulai tersadar dari fikiranku selama ini, aku merasa sangat bersalah padanya. Kenapa aku merelakan orang yang benar-benar baik padaku dan mengharapkan orang yang sudah jelas menyakitiku,aku hanya diperbudak oleh rasa yang salah.
“tolong ajari aku bagaimana aku harus memulai semua ini dari awal, aku ingin menghapus semua yang telah berlalu dan memulai lembaran baru yang indah bersamamu, dan ku harap kamu adalah pelabuhan terakhirku dari perjalananku selama ini”
Dia mencium hangat keningku, membawaku ke dalam pelukannya. Kepalaku kini sudah berada di dalam dekapannya.
“kita bisa memulainya dari sekarang, aku minta kamu jangan menangis lagi karena kamu harus bahagia bersamaku,dan kita akan bersama-sama melewati hari ini hingga kita dikaruniai anak dan cucu sampai kita dipertemukan disurga nanti, kamu mau menemaniku disaat suka maupun duka?” ucapnya manis sambil menghapus air mataku.
“Jika tuhan telah mempertemukan kita, insya allah aku akan berbakti pada suamiku saat ini” jawabku sambil mempererat pelukanku denganya.
Desiran angin malam memasuki lubang angin kamarku. Sangat dingin memang namun tak terasa saat  dia telah memelukku erat hingga aku tertidur pulas. Dan esoknya aku bergegas bangun lebih dulu darinya. aku akan memberikannya hadiah untuk malam yang indah itu, setiap pagi tak lupa ku buatkan susu hangat dengan roti tawar kesukaannya. Dan dia sangat menyukai itu, bahkan setelah satu tahun  pernikahanku dengannya, kami dikarunia anak lelaki yang tampan sama seperti dirinya. Dan aku harap dialah pelabuhan terakhirku sampai kita dipertemukan disurga kelak.

_END_

Sabtu, 08 Oktober 2011

Puisi


MENGHARGAI KEHIDUPAN


Kehidupan seperti Roda Berputar
Terkadang di atas, kadang di bawah
Hidup bagai tersesat di padang ilalang
Berjalan ke belakang dengan segala gemerlap dunia yang bisa menjerumuskan
Atau berani melangkah ke depan yang penuh duri namun menuju satu tujuan kebahagian

Tengoklah ke bawah…
Banyak anak-anak yang mati kelaparan,
Buta akan pendidikan,
Dan para rakyatnya yang jauh dari hidup layak….
Dan intiplah ke atas….
Mereka yang punya kedudukan terpenting di dunia,
Hingga menghamburkan uangnya hanya untuk mendapatkan satu kebahagian…

Tuhan sudahlah terlalu adil…
Tidak memposisikan kita berada paling bawah
Karena Dia tau kita tak kan mampu melaluinya…
Dan tidak juga memposisikan kita berada paling atas
Karena kita kan lupa dengan-Nya…

Mungkin terkadang kita terlalu meyepelekan kehidupan...
Yang terlihat mudah namun sukar tuk dihadapi,
Yang terasa Indah namun pedih tuk dilalui,

Berilah yang terbaik untuk orang-orang disekitarmu,
Yang berjasa dalam hidupmu,
Yang selalu menyayangimu,
Hingga mereka bahagia dengan semua yang kau beri…

Terimakasih lah pada yang memberi kehidupan….

Cerpen


KU TAK INGIN SENDIRI

Alya terus menatap lurus ke atas menatap langit-langit kamarnya, Ia tak percaya bahwa dirinya akan mengalami komplikasi pada saraf-saraf otaknya dan yang paling mengejutkan hatinya bahwa hidupnya sekarang dapat diperkirakan berapa lama ia kan bertahan hidup.  “tok, tok, tok...” suara getukan pintu membangunkan dia dari lamunanya. Dengan sigap ia berkata,
“buka aja pintunya”
Setelah terbuka alya mengetahui ternyata ayahnya yang mengetuk pintu lalu ia duduk di pojok tempat tidur
“alya maafkan ayah karena baru sekarang ayah....” sebelum ayahnya berbicara ia langsung memotong kalimatnya
“ayah, ga da yang perlu disalahkan,  ini semua takdir tuhan, ga da yang tahu itu akan terjadi kan?”
“Sebenarnya ayah tahu kamu memiliki kanker itu sejak kamu masih kecil, mungkin itu juga penyebabnya kenapa dulu ibumu meninggal, dan saat itu ayah harus rela kehilangannya saat ia melahirkanmu nak. Sudah cukup ayah kehilangan ibumu dan ayah tak mau kehilanganmu..”
Kata-kata terakhir ayah sebelum ayah meneteskan air mata,,,
“sudah lah yah, alya juga ga ingin ninggalin ayah, ayah jangan nangis malu dong kalo sampe ibu tau ayah nangis, heheheee,,”
=== 0 + 0 ===
Jam telah menunjukan pukul delapan, ruang kelas telah terisi dan dosennya telah siap mengajar dengan modul yang di genggamnya. Pelajaran pertama adalah presentasi Teknologi Informatika dari kelompok Alya. Kira-kira setengah jam menerangkan di depan kelas, dan saatnya pertanyaan dari kelompok lain. Seperti biasa Anita yang menjadi lawan Alya di kelas, ia bertanya terlebih dahulu, berusaha untuk menjatuhkan prestasinya, anita terus mengumbar pertanyaan yang sulit, namun berhasil Alya jawab dengan tenang. Setelah kelompok Alya maju, lanjut dengan kelompok lainnya. Lalu ia dipersilahkan duduk oleh dosen,
“ gue salut sama lo, lo bisa ngalahin anak angkuh itu, kayanya gue harus belajar banyak hal biar jadi anak berprestasi di kelas kaya lo...” ucap Fadil temannya yang duduk di sampingnya.
“aihhh, ga sah ngerayu deh,,, gue juga seneng punya temen kaya lo, yang selalu muji gue n selalu nasehatin gue kaya pa ustadz,, heheheee”
“biasa aja kali ‘al.. kok gue liatin akhir-akhir ni, muka lo ga ceria, n pucet banget tau ga, lo sakit ya?”
“ga kali cuma kecapean doang biasa jadwal gua kan padat boo...”
“terkadang gue bingung sama lo, inget ya al’ kita ini di dunia ga hanya ngejar duniawi, mungkin lo berprestasi tapi lo juga harus luangin waktu lo buat bekal di akherat nanti, ”
Mengingat hal itu alya jadi teringat akan hidupnya yang mengatung menghitung hari namun ia tak ingin temanya tau tentang keadaannya, Fadil adalah teman baiknya dari semester satu sampai sekarang di semester tiga, awalnya alya mengira ia adalah seorang anak nakal yang bisanya hanya membuat onar di jalan karena penampilanya yang terkesan seronoh, namun memang benar kata istilah jangan lihat buku dari sampulnya namun lihat dari isinya, itulah yang membuat mereka dekat hingga menjadi teman sampai sekarang, ternyata Fadil adalah seseorang  yang memiliki jiwa spiritual yang baik, dia selalu menyempatkan waktu untuk sholat berjamaah di masjid saat adzan di kumandangkan walaupun keadaanya tidak memungkinkan sekalipun dan ia tetap berusaha. Dia juga pernah berkata kita seharunya malu dengan allah, kenapa di setiap pertemuan kita memakai pakaian bagus, lalu mengapa di saat sholat menghadap allah kita tidak memakai perlengkapan sholat dengan lengkap, contohnya sarung atau peci. Mungkin kebanyakan orang menganggap sepele namun tidak untuk Fadil. Dia telah merubah Alya menjadi seseorang yang  lebih baik dari sebelumnya.

=== 0 + 0 ===
Jam kuliahpun telah berakhir,  Alya dan Fadil berjalan beriringan memasuki koridor yang berujung pada halaman kampus. Di sana telah menunggu pacarnya Alya yang bernama Bayu. Mereka berpisah di pelataran halaman.
“loh katanya kamu ga bisa jemput aku?” tanyanya ketus
“bisa kok, lagian kamu ngapain sih masih bertemen sama dia” ucap bayu dengan tampang jelesnya.
“kenapa? Kamu cemburu, apa yang perlu di cemburuin, bukannya kamu udah ga peduli sama aku, bukannya kamu lebih milih ngehabisin waktu kamu di kantor seharian daripada dengerin curhatan aku”
Nadanya dengan tampang kesal, karena seharian ini bayu sibuk dengan segudang aktifitasnya hingga alya dilupakannya. Hingga alya berjalan menjauh darinya.
“sayang dengerin aku dulu,, oke aku minta maaf, kita bisa bicarain baik-baik kan, please jangan kaya anak kecil gini dong, malu kan dilihat orang, ayo naek motorku, sebagai permintaan maaf ku, aku mau ajak kamu ke suatu tempat.
Akhirnya Alya menaiki motornya dan mereka menelusuri jalanan puncak yang basah karena hujan barusan. Kejadian tadi telah mereka lupakan hingga mereka larut dalam keadaan yang  terbawa romantis. Dan tak terasa tangan Alya pun telah melingkari dan memeluk punggung Bayu dari belakang.
Mereka berhenti tepat dibawah air terjun yang airnya mengalir deras ke bawah. Membawa Alya ingin langsung merasakan dinginnya air itu, namun sebelum ia beranjak dari motor, Bayu dengan cepat menarik tangan Alya dan dengan cepat memeluk tubuh alya.
“sayang maafin aku ya, karena akhir-akhir ini aku sibuk dengan pekerjaan di kantor tapi please ngertiin perasaan aku, aku ga suka kamu berteman sama teman kamu itu karena aku ga mau dia ngerebut kamu dari aku dan aku ga mau kehilangan kamu, aku sayang kamu...,”
Mendengar perkataan bayu, ia jadi teringat akan sesuatu hal yang membuatnya terdiam. Bayu melepas pelukannya dan memandangi wajah alya dan dia pun mendekati bibir alya seakan ingin mengecup bibir alya, alya langsung menepis ciuman itu,
“ kamu kenapa,  kamu udah ga sayang sama aku?” begitulah pertanyaan bayu kepadanya.
“cinta itu bukan nafsu, please aku udah tobat say, aku ga mau ngulangin perbuatan-perbuatan buruk kita yang dulu pernah kita lakuin” jawab alya manis.
“maafin aku, ku khilaf” sambil mengusap kerudung merah alya.
Tiba-tiba alya pusing seketika, bayang-bayang itu mulai tampak , yang ia lihat semuanya bagai bergerak, kesadaran pun mulai melemah.
“kamu kenapa say?” tanya bayu panik.
“cepet kita pulang, ku lagi engga enak badan nie” ucap alya lirih.
Seketika motor itu melaju dengan cepat, dengan eratan kuat dari pelukan alya berjaga-jaga supaya tidak terjadi hal yang tidak diinginkan di sepanjang perjalanan pulang. Dan bayu pun membawanya pulang kerumah alya.
=== 0 + 0 ===
Alya duduk di pinggir taman, meihat foto-foto bersama ayahnya,
“foto siapa ‘ya?” tanya seseorang dari belakang, dan ternyata itu adalah Mba Laila teman yang ia hormati.
“Mba, sejak kapan ada di sini, Alya kangen banget tau.” sambil berusaha memeluk Laila dengan eratnya.
“barusan aku lihat kamu sendirian, makanya aku samperin, ehmm pasti lagi ada masalah ya, ceritain dong ke mba?”
“aku ga bisa ceritain, aku juga ga tau sampai kapan aku harus memendam masalah ini”
“setiap aku punya masalah pasti aku cerita kan karena aku percaya kamu bisa jaga rahasia aku, dan aku ga pernah mendam masalah, karena itu hanya membuat kita sakit,”
“mba, sebenarnya aku takut kalo aku bakal pergi jauh”
“kamu ni ngomongnya ngaco ah,,, pergi kemana emangnya?”
“ku mengidap sakit kanker otak stadium 3, dan udah di vonis dokter umurku ga akan lama lagi” tak terasa air mata alya pun jatuh menetes di dahi. Dan laila pun hanya terdiam meyakinkan dirinya bahwa apa yang temannya bicarakan bukanlah bahan bercandaan, seketika laila langsung memeluk tubuh alya.
“dulu waktu ku tau ibuku telah meninggal pada saat aku di lahirkan, aku pernah ngomong ke ayah aku ingin banget nyusul  ia di surga, tapi kenapa ketakutan ini harus muncul pada saat aku tau banyak yang sayang sama aku, apa aku harus meninggalkan mereka semua dengan cara seperti ini?” ucap Alya.
“kita ga akan pernah tau akan takdir kita, jadi kamu jangan memvonis diri kamu seperti itu, seharusnya kamu lebih pasrahkan saja semuanya sama allah, dan setidaknya kalau kita harus meninggal, kita pergi dengan keadaan yang suci” jawab laila dengan bijak.

=== 0 + 0 ===
Waktu terus berlalu, mendekati hari-hari terakhir, Keadaan Alya pun semakin parah, ia sudah tidak dapat berfikir jernih lagi, tidak dapat mencerna setiap perkataan orang lain, semua tampak buyar dengan keadaan otaknya di tambah lagi pusing yang menjalar tak kunjung berhenti. Semua tampak hadir di lorong rumah sakit, menunggu keadaan Alya yang kini sedang dioperasi  di Ruang UGD.
Tak lama dokter pun keluar ruangan,
“Dok. Gimana keadaan anak saya?” ayahnya tampak gelisah.
“Saya hanyalah seorang dokter, dan tugas saya disini hanyalah membantu, selebihnya hanya allah lah yang mampu memutuskan semuannya” jawab dokter itu bijak.
“dok, apa kita boleh masuk ke dalam?” tanya bayu.
“ silahkan, tapi hanya sebentar saja ya, dan yang boleh masuk hanya 2 orang selebihnya gantian masuknya”
Tak lama ayah dan bayu masuk terlebih dahulu. Alya masih terbaring di ranjang dan keadaanya sangat menyedihkan dengan infus dan tabung oksigen ia masih dapat bertahan dari sisa-sisa hidupnya. Dan tak lama Alya siuman dari pinsannya, kelopak matanya telah terbuka, dan ia mulai melihat keselilingnya,
“sukurlah nak, akhirnya kamu bangun juga, kamu engga kenapa-kenapa kan, kamu engga sakit kan?” tanya ayahnya cemas.
“a...y,a,h, al,,ya engga ke,na,pa-napa kok...”jawab anaknya yang mulai sulit untuk berbicara.
“ba,,yu,, kamu ke,na,pa ada di,, si,, ni,,,”tanya Alya sekilas melihatnya.
“kamu kenapa engga pernah cerita tentang keadaan kamu kayak gini, ya sudahlah setidaknya aku tau walaupun itu bukan dari kamu” air matanya pun mulai meleleh keluar.
“ma,,afin a,,ku kare,,na aku ga bi,, sa ceri,ta ke kamu,,, mana ya,,ng la,,,in,,nya?” tanyanya mulai melihat keluar ruangan, melihat ke arah pintu, dan di sana telah ada Fadil dan Laila serta yang lebih mengejutkan hatinya ada Anita yang tersenyum manis kepadanya.
“ada di luar, tapi mereka harus nunggu, karena ga semuanya boleh masuk.” Jawab Bayu datar.
“aku ing,,in li,,at,, mere,,ka tuk yang ter,,,akhir ka,,li,, oho,,,ho,,,ho,,, “secara tiba-tiba Alya terbahak di sertai darah segar yanbg keluar dari mulutnya”
“sayang kamu engga apa-apa kan, cepat panggil mereka ke sini bayu” gertak ayahnya tiba-tiba.
Seketika mereka semua t elah ada di dalam ruangan.
“hai cantik, kamu emang kaliatan cantik ya” hibur laila kepada teman baiknya itu.
“ma,, kasih,, mba,, mba ju,,ga kok,,,” jawabnya penuh dengan senyum.
 “Alya, maafin gue ya, gue pernah jelek-jelekin lo di kelas, pernah,,, jahat sama lo, padahal gue tau lo tu sebenarnya baik banget ke gue, lo pernah munjemin gue pulpen saat gue butuh, lo pernah ngbantuin gue saat gue dikasih pertanyaan yang susah dari dosen,, gue jadi ngerasa bersalah sama lo, please maafin gue” ucapnya sambil menggenggam tangan Alya.
“lo ga ja,,hat,, lo tu ba,,ik, lo can,,tik,, ta,,pi lo harusss jan,,ji lo ga bo,, leh,, ben,,del,, la,,gi di,, kel,,as ya,, mung,,kin sebe,,tar la,,gi ga  akan da yang,, nyaingin lo la,,gi” ucapnya penuh makna.
“i,,ya ‘al” jawabnya singkat karena dia sudah tak mampu menatap mata Alya yang sudah layu di hadapannya.
“Fa,,dil,, ke,,napa, di,em ja,, ga ma,,ungkapin se,,sua,tu se,,be,,lum w pergi” tanyanya kepada Fadil.
“lo ga akan pergi, lo masih tetep ada di hati gue selamanya, sebenarnya dari dulu gue sayang sama lo, tapi teman menurut gue udah cukup dari segalanya, lo teman terbaik yang udah jadi motovasi gue, lo semangat gue, gue ga akan pernah lupa itu, kenangan yang selama ini udah kita jalanin bareng-bareng”
Ungkap Fadil serius dan seketika tangan Bayu memegang tangannya, semuanya panik termasuk Alya, dia takut Bayu melakukan hal-hal yang tidak ia inginkan. Namun semua perkiraan itu tidak benar, Bayu menjabat tangan Fadil dan meminta maaf atas semua kelakuannya yang dulu pernah dia lakukan terhadap Fadil.
“Maafin gue sob, selama ini gue udah salah sama lo” ucap Bayu.
“ Ga da yang perlu di salahin, gue ga pernah dendam kok,,” jawab Fadil senyum.
“su,,kur lah,, klo se,, mua,,nya akur,, gue ju,,ga seneng,, ber,temen sa,,ma lo dil, lo bisa jadi gue yang lebih ba,,ik dengan se,,mua nase,,hat lo,, aku ju,,ga seneng,, punya,, my prince,, kaya ka,,mu bay, klo aku pergi to,, long ka,,li,,an  jangan tang,,isin aku  aku cu,ma per,,gi semen,,ta,,ra, suatu sa,,at nan,,ti kita pasti ke,,temu di sur,,ga, nah ,se,,karang,, aku ingin per,,gi, deng,,an,,, oho,,ho,,ho,,, tenang..hohh,,ohooho,,,,”
Semuanya panik mendengar kalimat yang ternyata kalimat terakhir dari Alya, darah mulai bercucuran dari mulut, dan hidung Alya,, batuknya juga tidak kunjung henti,, Anita  segera memanggil dokter, ayahnya hanya bisa memanggil Alya supaya jangan pergi namun semua sia-sia tampaknya, karena ajal tak kan bisa di tolak, Fadil berusaha membimbing Alya untuk membacakan istighfar, dan pada bacaan ketiga di akhir, kalimat “astagfirullah aladzimmmm” badanya mulai melemah, kelopaknya pun mulai menutup, dan tanpa yang lain sadari Alya telah pergi. Semua tersadar saat Alya tak lagi bernafas, saat  monitor detak jantung berbunyi datar dan tampak garis datar yang menadakan ia sudah pergi, ayahnya pun memegang wajah manis anaknya sambil mengucapakn “Inailahi waina ilahi rojiun, semoga kau bahagia di tempat barumu , dan berjumpa dengan ibumu.. amien”  doa untuk alya.

=== 0 + 0 ===
Di tanah pemakaman yang masih basah, semua berkumpul, ayahnya yang duduk tersungkur di hadapan jasad anaknya yang telah tertutup oleh tanah. Semua berdoa untuk kepergian seseorang yang sangat mereka sayangi. Berselang satu jam di pemakaman, semuanya meninggalkan tempat keramat itu, tinggal Ayah Alya, Bayu, Fadil dan Laila. Semua tampak terdiam merenungi kenangan manis bersama almarhum, Ayah Alya sangat bangga memiliki anak seperti Alya dahulu ia takut akan kehilangan anaknya yang selalu mengadu ingin menyusul Ibunya, namun berjalan dengan umur Alya yang semakin dewasa, dia sadar bahwa sesuatu yang telah pergi tak bisa kembali, termasuk ayahnya yang sudah mulai menerima Alya pergi ke surga menyusul Ibunya. Juga seperti Bayu,banyak kenangan yang telah mereka berdua jalani, sudah tiga tahun mereka bersama hingga mereka mempunyai rencana akan melanjutkan hubungannya ke jenjang yang lebih serius, mungkin ikatan pernikahan adalah Imipian Alya yang pernah ia katakan kepadanya. Namun sebelum itu terjadi ajal telah menjemput raganya, memang di balik semua ini banyak hikmah yang dapat di petik, manusia memang bisa merencanakan namun allah lah yang bisa memutuskasn semua itu. Fadil juga menyadari akan kepergian Alya, sobat baik yang selalu memotivasinya saat ia lemah. Menyemangatinya untuk tetap bangkit. Begitupun sebaliknya. Laila pun turut mendoakannya, teman baik yang sudah dia anggap seperti adik kandungnya sendiri sekarang harus pergi untuk selamanya. Tak kan pernah disangka bahwa seseorang yang mereka sayang akan pergi begitu cepat. Selamat Jalan Alya…

END